Obat menjadi solusi praktis untuk tubuh yang sedang sakit. Meskipun begitu, ada obat yang harus dihindari ibu hamil agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan.
Dalam beberapa kondisi tertentu, seseorang harus memperoleh resep dokter untuk dapat mengonsumsi obat. Selama obat digunakan dengan bijak sesuai anjuran medis, maka akan menjaga kesehatan ibu dan calon bayi.
Jika tidak digunakan dengan bijak, obat justru bisa membahayakan. Lalu, apa saja obat yang harus dihindari ibu hamil?
Bukan hanya perkara dosis yang tidak tepat, beberapa obat juga memiliki kandungan berbahaya bila dikonsumsi oleh ibu hamil. Dalam jurnal berjudul Determinan Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Obat Selama Kehamilan oleh Islah dan Linda, disebutkan bahwa obat diberikan pada ibu hamil hanya sebagai penunjang kesehatan dan penggunaannya sangat dibatasi.
Pada dasarnya, pemberian obat selama kehamilan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan suplemen vitamin dan mineral. Sebab, ada beberapa ibu hamil yang tidak membutuhkan asupan penunjang selain dari makanan sehari-hari.
Walau dibolehkan mengonsumsi obat dengan bijak, ibu hamil perlu tahu beberapa jenis yang bisa memicu bahaya. Berikut ini beberapa nama obat yang harus dihindari ibu hamil.
Retinoid oral sangat berisiko tinggi menimbulkan cacat lahir, serta gangguan pada jantung dan otak janin. Penggunaan retinoid dilarang keras bagi ibu hamil.
Obat jerawat golongan retinoid, seperti isotretinoin sangat berbahaya karena bisa masuk ke dalam aliran darah dan menembus plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan janin. Dampaknya serius, mulai dari cacat lahir, kelainan wajah, hingga gangguan pada organ vital.
Penelitian berjudul Efek Samping Penggunaan Isotretinoin sebagai Obat Jerawat terhadap Kehamilan oleh Lubis dan Mita, menunjukkan isotretinoin dapat menyebabkan kelainan pada jantung, sistem saraf pusat (otak), dan telinga bayi.
Risiko ini sangat tinggi, meskipun obat hanya digunakan dalam waktu singkat. Karena itu, penggunaannya benar-benar dilarang selama masa kehamilan.
Biasanya dokter mewajibkan perempuan yang menggunakan isotretinoin untuk melakukan tes kehamilan secara rutin dan menggunakan kontrasepsi ganda agar tidak hamil selama terapi. Hal ini dilakukan karena bahayanya sangat besar dan tidak ada dosis aman retinoid untuk ibu hamil.
Pemakaian obat jenis Benzodiazepin dalam dosis tertentu dapat memicu kelahiran prematur, gangguan pernapasan bayi saat lahir, serta ketergantungan. Obat tidur dan antikecemasan golongan benzodiazepin biasanya digunakan untuk membantu relaksasi, mengurangi kecemasan, atau mengatasi insomnia.
Namun, pada ibu hamil, obat ini bisa menembus plasenta dan mempengaruhi janin. Risiko utamanya adalah bayi lahir prematur atau pertumbuhannya tidak optimal.
Bayi yang terpapar benzodiazepin dalam kandungan bisa mengalami gangguan pernapasan saat lahir. Beberapa kasus juga menunjukkan bayi tampak lemas, sulit menyusu, atau mengalami gejala putus obat (withdrawal) karena terbiasa dengan zat tersebut selama kehamilan.
Hal ini membuat perawatan setelah lahir menjadi lebih sulit. Penggunaan obat golongan ini hanya boleh diberikan bila benar-benar diperlukan dan di bawah pengawasan ketat dokter. Sebagai gantinya, dokter sering menyarankan terapi nonobat atau alternatif lain yang lebih aman untuk ibu hamil.
NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) atau obat antiinflamasi nonsteroid adalah kelompok obat yang berfungsi sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Obat pereda nyeri seperti ibuprofen dan aspirin dosis tinggi sebaiknya dihindari, khususnya pada trimester akhir.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), obat ini dapat meningkatkan risiko gangguan pada jantung janin dan perdarahan saat persalinan.
Dalam literatur mengenai manajemen nyeri kronis pada kehamilan disebutkan bahwa penggunaan NSAID dalam jangka pendek pada trimester kedua masih efektif untuk pengobatan nyeri. Namun, penggunaannya tidak boleh diberikan pada usia kehamilan di atas 34 minggu guna menghindari hipertensi pulmonal pada bayi yang baru lahir.
Antibiotik jenis tetrasiklin termasuk doksisiklin dapat mengganggu pertumbuhan tulang dan gigi janin sehingga menyebabkan perubahan warna gigi permanen. Antibiotik tetrasiklin sebaiknya dihindari karena dapat masuk ke dalam plasenta dan menempel pada jaringan tulang serta gigi janin yang sedang berkembang.
Akibatnya, gigi bayi bisa berubah warna menjadi kuning atau cokelat dan pertumbuhan tulang terhambat. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa tetrasiklin dapat mempengaruhi hormon tiroid ibu hamil.
Hormon ini sangat penting untuk perkembangan otak dan pertumbuhan janin. Jika terganggu, maka ada risiko bayi mengalami hambatan perkembangan, meskipun tidak selalu menimbulkan cacat bawaan yang jelas.
Risiko paling besar muncul jika obat ini digunakan pada trimester kedua dan ketiga. Tepatnya saat gigi dan tulang janin mulai terbentuk. Oleh karena itu, dokter biasanya menghindari pemberian tetrasiklin pada ibu hamil dan memilih antibiotik lain yang lebih aman.
Suplemen pelangsing atau herbal yang tidak memiliki izin edar berpotensi mengandung bahan aktif berbahaya bagi perkembangan janin. Produk semacam ini sering kali tidak jelas kandungan bahan aktifnya.
Pada ibu hamil, hal ini bisa berbahaya karena beberapa zat kimia dapat menembus plasenta dan memengaruhi pertumbuhan janin. Kandungan berbahaya dapat berupa stimulan, pencahar kuat, atau bahan kimia yang merusak hati dan ginjal. Karena tidak melalui uji klinis dan izin edar resmi, dosis serta keamanannya tidak dapat dipastikan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi herbal yang tidak terstandar bisa meningkatkan risiko keguguran, bayi lahir dengan berat badan rendah, atau gangguan perkembangan organ.
Hal ini membuat penggunaannya selama kehamilan sangat tidak disarankan. Oleh karena itu, ibu hamil sebaiknya menghindari obat pelangsing maupun herbal yang tidak memiliki label resmi dari BPOM atau lembaga kesehatan lainnya.
Jika ingin menggunakan suplemen atau herbal tertentu, sebaiknya selalu berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan keamanannya.
Itulah beberapa jenis obat yang harus dihindari ibu hamil. Semoga membantu, ya.
Artikel ini ditulis oleh Annisaa Syafriani, mahasiswa magang Prima PTKI Kementerian Agama RI
Kegunaan Obat untuk Ibu Hamil
5 Jenis Obat yang Harus Dihindari Ibu Hamil
1. Obat Jerawat Retinoid (Isotretinoin)
2. Obat Tidur dan Antikecemasan Golongan Benzodiazepin
3. Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS) Tertentu
4. Antibiotik Tetrasiklin
5. Obat Pelangsing dan Herbal Tidak Terstandar
Walau dibolehkan mengonsumsi obat dengan bijak, ibu hamil perlu tahu beberapa jenis yang bisa memicu bahaya. Berikut ini beberapa nama obat yang harus dihindari ibu hamil.
Retinoid oral sangat berisiko tinggi menimbulkan cacat lahir, serta gangguan pada jantung dan otak janin. Penggunaan retinoid dilarang keras bagi ibu hamil.
Obat jerawat golongan retinoid, seperti isotretinoin sangat berbahaya karena bisa masuk ke dalam aliran darah dan menembus plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan janin. Dampaknya serius, mulai dari cacat lahir, kelainan wajah, hingga gangguan pada organ vital.
Penelitian berjudul Efek Samping Penggunaan Isotretinoin sebagai Obat Jerawat terhadap Kehamilan oleh Lubis dan Mita, menunjukkan isotretinoin dapat menyebabkan kelainan pada jantung, sistem saraf pusat (otak), dan telinga bayi.
Risiko ini sangat tinggi, meskipun obat hanya digunakan dalam waktu singkat. Karena itu, penggunaannya benar-benar dilarang selama masa kehamilan.
Biasanya dokter mewajibkan perempuan yang menggunakan isotretinoin untuk melakukan tes kehamilan secara rutin dan menggunakan kontrasepsi ganda agar tidak hamil selama terapi. Hal ini dilakukan karena bahayanya sangat besar dan tidak ada dosis aman retinoid untuk ibu hamil.
5 Jenis Obat yang Harus Dihindari Ibu Hamil
1. Obat Jerawat Retinoid (Isotretinoin)
Pemakaian obat jenis Benzodiazepin dalam dosis tertentu dapat memicu kelahiran prematur, gangguan pernapasan bayi saat lahir, serta ketergantungan. Obat tidur dan antikecemasan golongan benzodiazepin biasanya digunakan untuk membantu relaksasi, mengurangi kecemasan, atau mengatasi insomnia.
Namun, pada ibu hamil, obat ini bisa menembus plasenta dan mempengaruhi janin. Risiko utamanya adalah bayi lahir prematur atau pertumbuhannya tidak optimal.
Bayi yang terpapar benzodiazepin dalam kandungan bisa mengalami gangguan pernapasan saat lahir. Beberapa kasus juga menunjukkan bayi tampak lemas, sulit menyusu, atau mengalami gejala putus obat (withdrawal) karena terbiasa dengan zat tersebut selama kehamilan.
Hal ini membuat perawatan setelah lahir menjadi lebih sulit. Penggunaan obat golongan ini hanya boleh diberikan bila benar-benar diperlukan dan di bawah pengawasan ketat dokter. Sebagai gantinya, dokter sering menyarankan terapi nonobat atau alternatif lain yang lebih aman untuk ibu hamil.
2. Obat Tidur dan Antikecemasan Golongan Benzodiazepin
NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) atau obat antiinflamasi nonsteroid adalah kelompok obat yang berfungsi sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Obat pereda nyeri seperti ibuprofen dan aspirin dosis tinggi sebaiknya dihindari, khususnya pada trimester akhir.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), obat ini dapat meningkatkan risiko gangguan pada jantung janin dan perdarahan saat persalinan.
Dalam literatur mengenai manajemen nyeri kronis pada kehamilan disebutkan bahwa penggunaan NSAID dalam jangka pendek pada trimester kedua masih efektif untuk pengobatan nyeri. Namun, penggunaannya tidak boleh diberikan pada usia kehamilan di atas 34 minggu guna menghindari hipertensi pulmonal pada bayi yang baru lahir.
3. Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS) Tertentu
Antibiotik jenis tetrasiklin termasuk doksisiklin dapat mengganggu pertumbuhan tulang dan gigi janin sehingga menyebabkan perubahan warna gigi permanen. Antibiotik tetrasiklin sebaiknya dihindari karena dapat masuk ke dalam plasenta dan menempel pada jaringan tulang serta gigi janin yang sedang berkembang.
Akibatnya, gigi bayi bisa berubah warna menjadi kuning atau cokelat dan pertumbuhan tulang terhambat. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa tetrasiklin dapat mempengaruhi hormon tiroid ibu hamil.
Hormon ini sangat penting untuk perkembangan otak dan pertumbuhan janin. Jika terganggu, maka ada risiko bayi mengalami hambatan perkembangan, meskipun tidak selalu menimbulkan cacat bawaan yang jelas.
Risiko paling besar muncul jika obat ini digunakan pada trimester kedua dan ketiga. Tepatnya saat gigi dan tulang janin mulai terbentuk. Oleh karena itu, dokter biasanya menghindari pemberian tetrasiklin pada ibu hamil dan memilih antibiotik lain yang lebih aman.
4. Antibiotik Tetrasiklin
Suplemen pelangsing atau herbal yang tidak memiliki izin edar berpotensi mengandung bahan aktif berbahaya bagi perkembangan janin. Produk semacam ini sering kali tidak jelas kandungan bahan aktifnya.
Pada ibu hamil, hal ini bisa berbahaya karena beberapa zat kimia dapat menembus plasenta dan memengaruhi pertumbuhan janin. Kandungan berbahaya dapat berupa stimulan, pencahar kuat, atau bahan kimia yang merusak hati dan ginjal. Karena tidak melalui uji klinis dan izin edar resmi, dosis serta keamanannya tidak dapat dipastikan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi herbal yang tidak terstandar bisa meningkatkan risiko keguguran, bayi lahir dengan berat badan rendah, atau gangguan perkembangan organ.
Hal ini membuat penggunaannya selama kehamilan sangat tidak disarankan. Oleh karena itu, ibu hamil sebaiknya menghindari obat pelangsing maupun herbal yang tidak memiliki label resmi dari BPOM atau lembaga kesehatan lainnya.
Jika ingin menggunakan suplemen atau herbal tertentu, sebaiknya selalu berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan keamanannya.
Itulah beberapa jenis obat yang harus dihindari ibu hamil. Semoga membantu, ya.
Artikel ini ditulis oleh Annisaa Syafriani, mahasiswa magang Prima PTKI Kementerian Agama RI