Kejati Bengkulu Kembali Tetapkan Tersangka Baru Kasus Korupsi PAD Mega Mall baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu kembali menetapkan satu orang tersangka atas kasus dugaan korupsi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Mega Mall dan PTM Bengkulu.

Kejaksaan Tinggi Bengkulu menetapkan BS selaku Komisaris PT. Dwisaha Selaras Abadi. Penetapan tersangka tersebut dilakukan oleh penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejati Bengkulu.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

BS selaku Komisaris PT. Dwisaha Selaras Abadi secara tanpa hak turut serta menjaminkan tanah milik negara ke Bank.

“BS ditetapkan sebagai karena ikut serta menjaminkan tanah milik negara,” kata Kasi Pidsus Kejati Bengkulu Danang Prasetyo didampingi Kasi Penkum Kejati Bengkulu Ristianti Andriani, Rabu (25/6/2025).

Danang menjelaskan, tersangka BS berhasil diamankan di wilayah Jakarta Selatan pada hari Selasa (24/6/2025). Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan hari ini di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan oleh tim penyidik Kejati Bengkulu.

“Hari ini tersangka BS akan kita periksa di Kejari Jakarta Selatan, usai diperiksa nanti tersangka akan kita bawa ke Bengkulu,” tutup Danang.

Diketahui sebelumnya, Kejati Bengkulu telah menetapkan sebanyak 3 orang sebagai tersangka dan dilakukan penahanan. Di antaranya yaitu mantan Wali Kota Bengkulu Ahmad Kanedi, Direktur Utama PT Tigadi Lestari Kurniadi Begawan, dan Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi Wahyu Laksono.

Atas kasus ini penyidik juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi salah satunya yang belum lama ini Ketua DPRD Provinsi Bengkulu Sumardi.
Namun pemeriksaan terhadap Sumardi bukan dilakukan atas jabatannya sebagai Ketua DPRD Provinsi, melainkan terkait jabatannya sebagai mantan Pj Wali Kota pada tahun 2012-2013 dahulu.

Sumardi diperiksa oleh penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bengkulu pada hari ini Selasa (10/6/2025) lalu. Selain memeriksa saksi Sumardi, pada hari itu penyidik juga memeriksa pihak perbankan yang diduga terlibat atau memiliki keterkaitan dalam aliran dana PAD Mega Mall dan PTM.

Kasus ini bermula pada tahun 2004 ketika lahan tempat berdirinya Mega Mall dan PTM yang awalnya berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemerintah Kota Bengkulu, dialihkan menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). SHGB tersebut kemudian dipecah menjadi dua bagian yaitu satu untuk Mega Mall dan satu untuk PTM.

Selanjutnya, SHGB tersebut diagunkan oleh pihak pengelola ke perbankan namun ketika kredit mengalami tunggakan, sertifikat itu kembali diagunkan ke bank lain hingga akhirnya berutang kepada pihak ketiga.

Akibat utang tersebut, aset lahan yang merupakan milik Pemerintah Kota Bengkulu terancam diambil alih pihak ketiga apabila utang tidak dilunasi oleh manajemen Mega Mall.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *