Aksara Lampung: Sejarah, Ciri Khas, Fungsi dan Cara Penggunaannya

Posted on

Lampung terkenal sebagai provinsi yang memiliki beragam kebudayaan mulai dari kesenian, bahasa hingga kebiasaan masyarakat. Salah satu yang terus dijaga adalah aksara Lampung.

Dilansir dari jurnal Pengenalan Aksara Lampung Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan karya Adhika Aryantio dkk, aksara lampung memiliki 20 bentuk grafis yang khas pada setiap aksaranya. Anak aksara ini terdapat 12 buah yang biasanya diletakkan di atas, bawah maupun kiri induk aksara.

Secara kegunaan, aksara Lampung dipakai untuk keperluan surat resmi, pembelajaraan di sekolah, hukum, dan sastra. Di kehidupan sehari-hari, aksara ini sudah jarang ditemukan, khususnya daerah perkotaan.

Hal itu disebabkan karena aksara Lampung sudah mulai tergerus oleh arus modernisasi. Berikut infoSumbagsel rangkum mengenai sejarah, ciri khas, fungsi dan cara penggunaannya.

Aksara Lampung atau had Lampung merupakan bentuk tulisan yang masih memiliki hubungan erat dengan aksara Pallawa dan India Selatan. Aksara itu masuk ke Sumatera pada era Kerajaan Sriwijaya sekitar 700 hingga 1.000 Masehi, melalui jalur perdagangan dan budaya.

Menurut buku Aksara dan Naskah Kuno Lampung dalam Pandangan Masyarakat Kini karya Titik Pudjiastuti, huruf Aksara Lampung mulai diperkenalkan pada masyarakat Lampung sejak pertengahan abad ke-17 hingga tersebar luas ke masyarakat Lampung di awal abad ke-20.

Pada awal ke-20, saat kolonial Belanda masuk kawasan Lampung, kehadiran aksara ini mulai tergantikan oleh aksara Latin yang mulai masuk dan menggantikan Had Lampung dalam sistem pendidikan formal.

Sebagai upaya pelestarian, aksara Lampung masih tetap diajarkan sebagai mata pelajaran sekolah. Seiring perkembangan zaman, tenaga pendidik yang fasih menggunakan aksara ini mulai berkurang, sehingga kelestariannya akan berangsur punah seiring waktu berjalan.

Dikutip dari jurnal Membangun Identitas Bandar Lampung dengan Merancang Typeface Aksara Lampung oleh Fajar Ahmad Faizal dkk, Aksara Lampung memiliki 20 huruf induk, di antaranya ada Ka, Ga, Nga, Pa, Ba, Ma, Ta, Da, Na, Ca, Ja, Nya, Ya, A, La, Ra, Sa, Wa, Ha, dan Gha.

Di samping itu, ada pula diakritik atau yang disebut juga sebagai benah surat yang jumlahnya ada 12. Fungsinya yakni sebagai tanda bunyi yang membedakan dengan aksara dari daerah lain.

Penulisan aksara Lampung memiliki ciri khas pada setiap tulisan aksara yang pada dasarnya terdapat bentuk coretan patah atau lengkungan yang unik.

Ciri khas lain dari aksara Lampung adalah tidak memiliki angka. Jadi, untuk menulis angka biasanya masyarakat menggunakan aksara Arab. Untuk tanda baca hanya ada dua, fungsinya sebagai penanda awal dan akhir suatu tulisan.

Selain tanda baca matahari dan bulan, ada beberapa tanda lain yang dibuat dari pembakuan Bahasa Lampung. Kegunaannya sama seperti aksara Latin, yakni sebagai tanda seru, tanya, titik dan koma.

Selain itu, tanda baca aksara Lampung memiliki kemiripan dengan aksara Arab. Tanda bacanya mirip dengan fathah dan kasrah yang ditempatkan di atas dan bawah huruf induk.

Aksara Lampung biasanya ditemukan pada naskah kuno, yang umumnya ditulis pada bahan dasar seperti kulit kayu halim, rotan, kertas hingga bambu. Sementara untuk alat tulisnya, masyarakat menggunakan lidi yang terbuat dari ijuk pohon aren dan lading lancip.

Diketahui, aksara Lampung ditemukan dalam tiga naskah kuno, yaitu NLP97N6 yang terdapat di Jakarta. Sementara naskah buku kayu No.3640 terdapat di Bandar Lampung. Biasanya, aksara Lampung sering ditemukan di plang nama jalan, produk kesehatan dan lambang daerah di Provinsi Lampung.

Selain itu, aksara tersebut juga berfungsi sebagai sarana pembelajaran bagi anak muda di Lampung. Ini juga sebagai upaya pelestarian budaya yang telah turun-temurun.

Huruf dasar aksara Lampung memiliki bentuk dan penyebutan vokal yang berbeda dengan huruf aksara lain. Setiap huruf memiliki penyebutan yang memiliki nada suara khas bagi masyarakat Lampung.

Berikut adalah beberapa anak huruf Vokal yang umum digunakan:

Jika suatu induk huruf bertemu dengan huruf berbunyi vokal tunggal seperti i, e, u, o, dan a, maka huruf vokal pada induk huruf ‘a’ berubah menjadi bunyi pada anak huruf, jika induk hurufnya ‘da’ bertemu dengan anak huruf ‘e’ maka penggabungan itu dibaca ‘de’. Namun, jika selain dari huruf itu, maka penggabungan dilakukan tanpa mengubah huruf.

Jika ada dua atau lebih induk huruf yang digabungkan maka tidak ada perubahan bunyi, misal penggabungan huruf ‘sa’ dan ‘ka’ maka dibaca ‘saka’. Jika ingin mematikan bunyi suatu huruf induk, maka dilakukan dengan menambahkan anak huruf nengen di depan huruf induk, misal jika anak huruf ‘ka’ ditambahkan nengen, maka dibaca ‘k’.

Jika huruf yang telah dibubuhi nengen ingin digabung dengan anak huruf, maka huruf yang telah diberi nengen diurutkan di urutan terakhir penggabungan. Misal, jika menggabungkan induk huruf ‘sa’ dengan huruf ‘ka’ yang telah diberi nengen, maka penggabungan tersebut dibaca ‘sak’.

Nah itulah penjelasan seputar aksara Lampung. Jangan lupa melestarikan kebudayaan kita ya infoers!

Sejarah Aksara Lampung

Ciri Khas Aksara Lampung

Fungsi Aksara Lampung

Penggunaan Huruf Aksara Lampung