Eddy Santana Putra Laporkan Bawaslu Sumsel ke PTUN Palembang

Posted on

Eks calon Gubernur Sumatera Selatan Eddy Santana Putra (ESP) melaporkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumsel ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang.

Bawaslu dinilai melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dan berpihak ke pasangan calon Herman Deru-Cik Ujang di Pilgub Sumsel 2024. Persidangan di PTUN sudah dilakukan beberapa kali. Saat ini sudah memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi.

“Iya kita melaporkan Bawaslu Sumsel ke PTUN Palembang untuk menegakkan demokrasi. Kalau kita kilas balik pilkada kemarin, banyak hal yang brutal dan mencederai demokrasi. Ada penyelenggara yang berpihak, kan itu tidak boleh,” ujar Eddy, Rabu (30/4/2025).

Dia menyebut, tidak menggugat perselisihan perolehan suara dan penetapan paslon saat Pilkada Serentak 2024 digelar. Eddy mengaku melaporkan Bawaslu ke Sumsel karena sebagai lembaga negara tidak melaksanakan tugas sesuai peraturan perundang-undangan.

“Kita ingin angkat marwah PTUN, kalau ini berhasil pilkada ke depan akan banyak para calon melapor ke PTUN. Sebenarnya sengketa pilkada tidak harus ke MK, cukup PTUN. Ratusan kasus di MK saya yakini tidak akan tertangani dengan baik. Apalagi PTUN ada di masing-masing daerah,” katanya.

Dalam laporan ke PTUN itu, dia menyebut Bawaslu tidak menindaklanjuti laporan kecurangan yang disampaikan. Laporan terkait itu disampaikan pihaknya dan dari suara rakyat.

“Laporan tidak ditindaklanjuti, artinya tidak menjalankan tugas dan fungsinya. Banyak laporan yang kita sampaikan, kecurangan terjadi di 14 kabupaten/kota. Ada money politics, pemberian sembako, kemudian ada OTT juga,” ungkapnya.

Dia optimis, PTUN dapat membuat keputusan terbaik dalam sengketa tersebut.

“Saksi kita banyak dan kita meyakini PTUN akan bertindak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya,” katanya.

Ketua Tim Kuasa Hukum ESP, Nikosa Yamin Bachtiar menambahkan Bawaslu dinilai terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Bukan saja tidak adil menjalankan tugasnya tapi juga menyalahgunakan wewenang karena bersikap tidak netral dan melakukan kecurangan.

“Bawaslu bahkan melakukan intimidasi, menghalang-halangi dan mengancam supaya orang tidak berani melapor. Ketika ada keributan barulah laporan diterima, itu pun dengan form laporan biasa bukan form laporan TSM. Jadi ada pelanggaran administratif juga,” ujarnya.

“Padahal laporan itu terkait dugaan money politics dan pemberian sembako kepada masyarakat meski diklaim parpol yang bersangkutan itu perayaan HUT. Jika pun dalam rangka HUT, seharusnya 19 November tapi ini dibagikan saat 24 November,” sambungnya.

Selain itu, laporan yang dilakukan juga tak ada tindak lanjut dari Bawaslu. Dia berharap adanya diskualifikasi dan pembatalan gubernur dan wakil gubernur terpilih yang saat ini menjabat. Selain mempersoalkan perkara, pihaknya juga meminta majelis hakim PTUN untuk bekerja profesional.