Kata Psikolog Siswa SD Tusuk Pelajar MTs di Muratara Pakai Gunting hingga Tewas baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Siswa kelas empat sekolah dasar (SD) di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, berinisial JN (9) menusuk pelajar MTs kelas dua, yakni RI (13) dengan gunting di bagian di leher. Akibat kejadian itu, korban tewas.

Dari hasil pemeriksaan polisi, ternyata pelaku selalu membawa gunting di kantongnya. Petugas masih menyelidiki hal itu.

Terkait dengan kejadian itu, Psikolog Klinis di RSUD Siti Fatimah Sumatera Selatan Syarkoni mengatakan penggunaan gunting oleh pelaku untuk menusuk korban perlu didalami.

“Secara psikologi, pelaku yang membawa gunting itu ada beberapa faktor. Apakah gunting dipakai untuk aktivitas sehari-hari di rumah atau di sekolah, semisal untuk meggunting kertas atau bahan-bahan lain. Tetapi, kalau gunting dibawa setiap hari di luar keperluan perlu dicurigai,” ujar Syarkoni saat dikonfirmasi, Sabtu (9/8/2025).

Menurutnya, kecurigaan gunting yang dibawa setiap hari di luar keperluan bisa saja dipakai untuk alat membela diri atau melindungi diri dari tindakan yang mengancam dirinya. Bisa juga gunting dibawa untuk melukai atau mengancam orang lain.

“Jadi memang perlu ada pendalaman terhadap kasus ini,” katanya.

Secara psikologis, kejadian itu bisa juga terjadi karena pola asuh. Dia menyebut pola asuh bersumber dari aktivitas lingkungan, keluarga hingga pertemanan.

“Semisal pola asuhnya terbiasa membawa senjata tajam, gunting ini juga termasuk sajam kan, tentunya ini berbahaya bagi orang lain,” terangnya.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Selain itu, menurutnya, perilaku membawa gunting itu juga bisa sebagai bentuk personality kepribadian yang mengarah kepada perilaku sadistik. Perilaku itu dapat merusak, mengancam, bahkan mebunuh siapapun yang dijumpainya.

“Bisa juga secara psikologis dan juga secara individu punya suatu perasaan takut yang ekstrem. Bisa saja di keramaian merasa jiwanya terancam, sehingga dia membutuhkan alat untuk melindungi dirinya. Tinggal permasalahan dengan korban ini apa. Masih perlu digali lagi pengakuan pelaku,” ungkapnya.

Menurutnya, kehidupan pelaku dan korban juga perlu ditelusuri. Apakah keduanya terlibat interaksi, terlebih antara mereka berbeda status tingkatan sekolah (SD dan MTs). Jika ada interaksi, bisa saja menimbulkan konflik sebelum peristiwa itu terjadi.

“Iya sekali lagi, ini masih perlu ditelusuri secara mendalam. Baik itu keterkaitan korban dengan pelaku apakah kenal atau tidak, apakah ada dendam sehingga membuat rasa sakit hati atau ada permintaan sehingga merasa terkhianati sehingga timbul kekecewaan dan ada reaksi tindakan agresif menghilangkan nyawa korban,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *