Kampung Daun Nipah atau yang sering dikenal dengan Kampung Anyaman di Palembang merupakan tempat perajin rokok nipah yang cukup terkenal. Selain rokok nipah, kampung tersebut juga memproduksi kerajinan tangan dari lidi daun nipah.
Kampung Anyaman ini terletak di pinggir Sungai Musi tepatnya di RT/53 RW/02, Kelurahan 3/4 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kota Palembang. Saat tim infoSumbagsel mendatangi lokasi tersebut, tampak layaknya perkampungan pada umumnya di pinggiran kota dan terdapat gang-gang sempit. Di sepanjang gang tersebut, terlihat beberapa kerajinan dari daun nipah yang dipajang di depan rumah warga.
Selain kerajinan tangan, salah satu yang paling terkenal di kampung tersebut yakni sebagai sentral pembuat rokok nipah. Salah satu pembuat rokok nipah, Siti Aminah (68) dengan usia yang tak lagi muda, ia masih terus melakukan pekerjaan yang sudah turun-temurun tersebut.
“Dari kecil sudah bantu orang tua dulu, ya sekitar umur 15 tahun hingga saat ini. Iya dari orang tua sama kakek nenek dulu sudah membuat rokok nipah ini,” katanya saat dibincangi di rumahnya.
Ia menjelaskan, proses pembuatan rokok nipah terbilang susah-susah gampang di mana tergantung dari cuaca, sebab sebelum siap digunting daun nipah dijemur terlebih dahulu hingga kering. Kemudian, daun nipah yang kering dipotong-potong sesuai dengan ukuran kurang lebih 10 cm.
“Iya kalau hari panas cukup 1 hari kering, tapi kalau hujan lama keringnya. Daun nipahnya ambil dari daerah jalur (Banyuasin), daun itu kita pesan dulu. Biasanya paling cepat itu 3 hari selesai,” ujarnya.
Dengan tenaganya yang sekarang, Aminah hanya mampu membuat 10 ikat besar (pocongan) di mana 1 ikat besar berisi 175 ikat kecil rokok nipah (ghunting). Sebab hanya ia seorang diri yang membuat rokok nipah tersebut, sementara anaknya tidak bisa membuatnya.
“Anak saya 1 dan sudah menikah. Biasanya orang pesan baru kita buat, tergantung pesanan kalau pesanannya banyak saya tidak sanggup jadi ambil pesanan yang sedikit saja. Yang pesan ada dari daerah Bengkulu, Lahat Pagar Alam, Lampung, wilayah Sumsel semuanya ada,” tuturnya.
Dalam satu ikat besar, Siti Aminah menjualnya dengan harga Rp 100 ribu. Sebelum diantar ke konsumen, rokok nipah tersebut diasap terlebih dahulu menggunakan bakaran belerang, agar rokok nipah tidak mudah berjamur dan tahan lama.
Ia berharap rokok nipah masih banyak yang menggunakan sebab dari sanalah ia menggantungkan hidup sebagai pendapatan, untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya.
Bambang Irawan (60) salah seorang pembuat rokok nipah yang ada di kampung tersebut juga mengatakan proses pembuatan rokok nipah sudah diturunkan dari orang tuanya dulu. Hingga saat ini hanya ada dia dan Aminah yang masih memproduksi rokok nipah di Kampung Anyaman tersebut.
“Dari masih bujangan sudah mulai buat, iya dari nenek moyang dan orang tua dulu sudah kerja buat Rokok Nipah Ini. Kalau dalam 3 hari saya bisa buat sekitar 20 ikat besar, tapi tergantung cuaca juga kalau panas daunnya cepat kering, kalau musim hujan ya lama keringnya,” katanya saat ditemui di rumahnya.
Ia mendapatkan bahan baku daun nipah dari wilayah Banyuasin juga. Ia membuat rokok nipah tergantung pesanan saja dari para konsumen yang ada di wilayah Sumsel maupun di provinsi tetangga, seperti Bengkulu dan Lampung.
Selain dibuat rokok nipah, daun nipah juga dikreasikan sebagai kerajinan tangan seperti, ketupat, tampah, sapu lidi dan piring dari anyaman. Salah satu pembuat kerajinan tangan dari lidi daun nipah, Parida Ariani (33) mengatakan lidi yang tidak terpakai untuk proses pembuatan rokok nipah, banyak masyarakat yang menggunakannya untuk dijadikan kerajinan tangan yang memiliki nilai jual.
“Kalau buat kerajinan tangan, sudah mulai banyak warga yang melakukannya. Ada beberapa kerajinan tangan seperti tampah, rago tegak, sangkek dan piring anyaman lidi,” katanya.
Ia menjelaskan, untuk 1 leker (piring dari anyaman) dijual dengan harga Rp 3 ribu per 1 piring, rago tegak dan tampah dijual dengan harga berkisar dari Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu. Barang-barang tersebut dijual kepada para pedagang yang ada di Pasar 16 Palembang.
“Iya ada yang ambil langsung ke sini, tergantung pesanan juga. Tapi sekarang daun nipah sedang sedikit jadi lidinya juga susah didapatkan sebagai bahan utama membuat kerajinan ini,” ujarnya.
Dengan tenaganya yang sekarang, Aminah hanya mampu membuat 10 ikat besar (pocongan) di mana 1 ikat besar berisi 175 ikat kecil rokok nipah (ghunting). Sebab hanya ia seorang diri yang membuat rokok nipah tersebut, sementara anaknya tidak bisa membuatnya.
“Anak saya 1 dan sudah menikah. Biasanya orang pesan baru kita buat, tergantung pesanan kalau pesanannya banyak saya tidak sanggup jadi ambil pesanan yang sedikit saja. Yang pesan ada dari daerah Bengkulu, Lahat Pagar Alam, Lampung, wilayah Sumsel semuanya ada,” tuturnya.
Dalam satu ikat besar, Siti Aminah menjualnya dengan harga Rp 100 ribu. Sebelum diantar ke konsumen, rokok nipah tersebut diasap terlebih dahulu menggunakan bakaran belerang, agar rokok nipah tidak mudah berjamur dan tahan lama.
Ia berharap rokok nipah masih banyak yang menggunakan sebab dari sanalah ia menggantungkan hidup sebagai pendapatan, untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya.
Bambang Irawan (60) salah seorang pembuat rokok nipah yang ada di kampung tersebut juga mengatakan proses pembuatan rokok nipah sudah diturunkan dari orang tuanya dulu. Hingga saat ini hanya ada dia dan Aminah yang masih memproduksi rokok nipah di Kampung Anyaman tersebut.
“Dari masih bujangan sudah mulai buat, iya dari nenek moyang dan orang tua dulu sudah kerja buat Rokok Nipah Ini. Kalau dalam 3 hari saya bisa buat sekitar 20 ikat besar, tapi tergantung cuaca juga kalau panas daunnya cepat kering, kalau musim hujan ya lama keringnya,” katanya saat ditemui di rumahnya.
Ia mendapatkan bahan baku daun nipah dari wilayah Banyuasin juga. Ia membuat rokok nipah tergantung pesanan saja dari para konsumen yang ada di wilayah Sumsel maupun di provinsi tetangga, seperti Bengkulu dan Lampung.
Selain dibuat rokok nipah, daun nipah juga dikreasikan sebagai kerajinan tangan seperti, ketupat, tampah, sapu lidi dan piring dari anyaman. Salah satu pembuat kerajinan tangan dari lidi daun nipah, Parida Ariani (33) mengatakan lidi yang tidak terpakai untuk proses pembuatan rokok nipah, banyak masyarakat yang menggunakannya untuk dijadikan kerajinan tangan yang memiliki nilai jual.
“Kalau buat kerajinan tangan, sudah mulai banyak warga yang melakukannya. Ada beberapa kerajinan tangan seperti tampah, rago tegak, sangkek dan piring anyaman lidi,” katanya.
Ia menjelaskan, untuk 1 leker (piring dari anyaman) dijual dengan harga Rp 3 ribu per 1 piring, rago tegak dan tampah dijual dengan harga berkisar dari Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu. Barang-barang tersebut dijual kepada para pedagang yang ada di Pasar 16 Palembang.
“Iya ada yang ambil langsung ke sini, tergantung pesanan juga. Tapi sekarang daun nipah sedang sedikit jadi lidinya juga susah didapatkan sebagai bahan utama membuat kerajinan ini,” ujarnya.