Polda Sumsel Bongkar Dugaan Mark Up APBN, 2 Orang Jadi Tersangka | Giok4D

Posted on

Dugaan korupsi mark up APBN sekitar Rp 1,9 miliar di Satuan Kerja Kementerian Perhubungan di Palembang dibongkar polisi. Seorang ASN dan Dirut Kontraktor resmi jadi tersangka.

Adapun identitas kedua tersangka yakni, Panji Rangga Kusuma (35) warga Jalan Kelapa Gading Komplek Palm Green, Kelurahan Talang Kelapa, Kecamatan Alang-alang Lebar, Palembang selaku ASN di Kemenhub Satuan Kerja Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Palembang (PPK). Kemudian, Achmad Faisal (56), warga Perum TOP Jalan Anggrek II, Perum TOP, Kelurahan 15 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang, selaku Direktur CV Binoto (kontraktor).

Wadirreskrimsus Polda Sumsel AKBP Listiyono Dwi Nugroho menjelaskan, kasus ini bermula dari adanya laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara nomor: 86/LHP/XXI/12/2024 tanggal 31 Desember 2024.

“Yang mana ditemukan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang terjadi pada kegiatan peningkatan prasarana perkeretaapian untuk optimalisasi pengoperasian di Stasiun Lahat dan Lubuklinggau pada Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Palembang TA 2022, diduga disebabkan adanya maksud dari pihak-pihak terkait untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp 1.958.885.447,16,” katanya saat konferensi pers di Mapolda, Senin (15/9/2025).

Dalam aksinya, berdasarkan surat perjanjian kontrak nomor: 02.A/KONTRAK/PPKPPS/IX/2022, tanggal 12 September 2022 Sebesar Rp 11.972.610.035 yang ditandatangani Panji selaku PPK dan dan Achmad selaku Direktur Kontraktor melakukan kegiatan peningkatan prasarana perkeretaapian untuk optimalisasi pengoperasian di Stasiun Lahat dan Lubuklinggau yang menggunakan dana APBN tahun 2022. Adapun masa pelaksanaan dari tanggal 12 September 2022 sampai 31 Desember 2022 pada Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Palembang di Kementerian Perhubungan.

“Di mana telah terjadi kekurangan volume dan tidak sesuai spesifikasi teknis terhadap pekerjaan yang dikerjakan berdasarkan laporan akhir hasil pemeriksaan fisik oleh ahli konstruksi pada tanggal 11 Juli 2024, diketahui terdapat kekurangan volume pekerjaan dan beton tidak sesuai dengan spesifikasi teknis,” katanya.

Dia menyebut CV Binoto masih melaksanakan pekerjaan pengaspalan di Stasiun Lubuklinggau selesai dikerjakan pada tanggal 23 Januari 2023, sedangkan tanggal berakhir kontrak dan BAPP 100% adalah tanggal 31 Desember 2022.

“Atas keterlambatan tersebut belum dikenakan sanksi berupa denda keterlambatan senilai Rp 248.081.108,84 sehingga melanggar Perpres nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Perpres nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dan surat perjanjian nomor 02.A/KONTRAK/PPKPPSS/IX/2022 tanggal 12 September 2022,” tambahnya.

Adapun rincian kerugian negara dalam dugaan pidana ini di antaranya, kekurangan volume pekerjaan Rp 1.589.617.922,01, ketidaksesuaian mutu pekerjaan (underspecification) Rp 121.186.416,31, subtotal A Rp 1.710.804.338,32, nilai denda keterlambatan Rp 248.081.108,84 dengan total kerugian negara tersebut.

“Dugaan tindak pidana korupsi kegiatan peningkatan prasarana perkeretaapian untuk optimalisasi pengoperasian di Stasiun Lahat dan Lubuklinggau yang dikerjakan oleh kedua tersangka yang menggunakan dana APBN tahun 2022 dengan nilai kontrak Rp 11.972.610.035, sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp 1.958.885.447,16,” jelasnya.

Atas perbuatannya, Panji dan Achmad dijerat tentang tindak pidana pasal 2 dan/atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

“Pasal 2 dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Pasal 3 dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Kemudian Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” bebernya.