Polisi Temukan Selisih Berat pada Kasus Beras SPHP Tukar Karung di Jambi

Posted on

Tim Subdit Indagsi Ditreskrimsus Polda Jambi terus menyelidiki kasus penggantian karung beras subsidi SPHP. Terbaru, polisi menemukan adanya selisih berat pada beras yang dijual.

Direktur Reskrimsus Polda Jambi Kombes Taufik Nurmandia mengatakan rata-rata beras dalam kemasan ulang tidak sesuai dengan bobot asli. Hasil pengecekan Unit Meterologi Jambi ditemukan adanya selisih berat dari takaran seharusnya.

“Ya, rata-rata kurang dari takaran. Terutama pada kemasan 5 kilogram. Ada yang berkurang sekitar 100 gram per karung, bahkan ada juga yang sampai 400 gram,” kata Taufik, Kamis (4/9/2025).

Menurutnya, temuan ini memperkuat dugaan bahwa praktik manipulasi yang dilakukan tersangka RS tidak hanya sebatas penggantian karung. Akan tetapi juga berpotensi merugikan konsumen karena jumlah beras tidak sesuai label.

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa beberapa saksi untuk melengkapi berkas perkara. Penyidik telah memeriksa saksi Ketua RT, masyarakat, serta pemilik toko tempat beras SPHP yang dikemas ulang.

Penyidik juga akan memeriksa perwakilan Bulog Jambi, untuk menggali informasi mengenai mekanisme pendistribusian beras SPHP melalui rumah pangan kita (RPK) ke masyarakat.

Sejauh ini, polisi baru menetapkan satu orang tersangka yakni RS (33), selaku pemilik rumah pangan kita (RPK) Perum Bulog di Jambi. Pelaku menjadi tersangka menukar karung beras subsidi SPHP menjadi karung polos nonsubsidi.

Taufik mengatakan pelaku memindahkan beras SPHP ke dalam karung polos tanpa merek dan label. Beras itu dikemas dari karung 5 kg, 10 kg, dan 20 kg.

“RS ini merupakan rekanan Bulog. Dia memiliki RPK (rumah pangan kita), di mana beras tersebut memang didapatkan dari Bulog,” kata Taufik.

Pengungkapan ini berawal dari Tim Subdit Indagsi mendapatkan informasi adanya penjualan beras berkarung polos di sebuah toko di kawasan Mayang, Kota Jambi, pada Sabtu (23/8/2025). Setelah ditelusuri dari pemilik toko, kemudian diamankan RS selaku pemasok beras tersebut.

“Jadi beras SPHP ini dia salin ke karung polos kosong ada yang 5 kg, 10 tanpa label, dan tanpa merek. Kemudian dijual ke toko,” ujarnya.

Secara aturan, kata Taufik, perbuatan pelaku menyalahi pendistribusian beras subsidi dan perlindungan konsumen. Beras SPHP itu seharusnya dijual pelaku langsung ke konsumen, bukan ke toko-toko.

“Modusnya dijual bukan ke konsumen tapi ke warung lagi. Alasan dari pelaku supaya beras cepat laku, karena kalau beras SPHP dia jual satu orang maksimal 2 karung. Kalau dia ganti karung dia bisa jual banyak,” jelas Taufik.

Untuk mendapatkan keuntungan, pelaku menjual beras tersebut seharga Rp12.500/kg. Sedangkan harga beli yang pelaku dapatkan dari Bulog Rp11.300/kg.

Atas perbuatannya, pelaku telah ditahan dan akan dijerat Pasal 62 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen. Dia terancam hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *