Pulau Enggano, Bengkulu, sedang dilanda krisis ekonomi imbas kapal angkut hasil bumi tak bisa dikirim ke Kota Bengkulu. Hal ini terjadi sejak Maret 2025, imbas Pelabuhan Pulau Baai dangkal.
Para petani pun resah dan kebingungan untuk menjual hasil bumi mereka. Sebagian petani memutuskan untuk tak memanen hasil kebunnya.
“Untuk apa panen, bayangkan saja harga pisang kini, satu tandan cuma dihargai Rp 20 ribu. Sementara, biaya angkut dan biaya tebang sudah Rp 15 ribu. Jadi buat apa dipanen, kalau rugi juga,” kata Milson Kaitora, pimpinan kepala suku di Enggano, Kamis, (19/6/2025).
Milson menjelaskan, saat ini beberapa tauke pisang yang bermodal besar menggunakan jasa sewa kapal nelayan untuk menjemput hasil panen mereka. Namun, karena kapal kapasitas angkutnya terbatas, jadi tidak bisa menampung hasil bumi dari seluruh petani.
“Jadi kalau yang tak punya relasi tauke, terpaksa pisangnya dibiarkan busuk di pohon,” jelas Milson.
Diketahui, di Pulau Enggano, hasil pertanian memang menjadi andalan pendapatan dari seluruh warga. Mulai dari pisang, kakao, pinang, daun pisang, jantung pisang, dan lainnya. Termasuk ikan-ikan jenis tertentu yang menjadi komoditi ekspor.
Namun, sejak tidak ada kapal yang mengangkut hasil bumi dan laut ini keluar pulau, krisis ekonomi pun melanda warga Enggano.
“Di warung besar, biasanya omzetnya sampai Rp 10 juta, kini cuma setengah saja. Karena tidak ada yang belanja. Yang adanya utang yang menumpuk di warung,” kata Yudi, warga Meok.
Harun Kaarubi, mantan Paabuki mengaku sejak tidak adanya pemasukan akibat hasil bumi yang tak keluar kini ia dan keluarganya sudah menunggak pembayaran PDAM selama empat bulan.
Karena itu, ia berharap agar selama kondisi transportasi laut belum normal maka ada kebijakan khusus yang bisa membantu warga di Pulau Enggano terkait sejumlah pembayaran.
“Mungkin didiskon dulu atau gimana. Ini repot kami, menumpuk terus tagihan PDAM,” cerita Harun.
Tak hanya itu, kini sejumlah ibu rumah tangga terpaksa menekan biaya harian rumah tangga. Salah satunya adalah penggunaan token listrik. Karena, uang untuk membeli token menipis.
“Token, PDAM kan langsung dibayar atau tak bisa diutang. Jadi kami terpaksa isi setengah dulu tokennya. Yang penting hidup aja lampu,” kata Susi, warga Malakoni.
Diketahui, alur pelabuhan Pulau Baai Bengkulu telah mengalami pendangkalan sejak Maret lalu. Hal ini berakibat kapal yang biasa menjadi transportasi warga Pulau Enggano ke Kota Bengkulu tidak bisa keluar dan masuk.
Hal ini yang membuat hasil bumi dari pulau tersebut tidak bisa dijual, bahkan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka pernah meninjau langsung kondisi dangkalnya alur Pulau Baai, bahkan pihak Pelindo berjanji akan melakukan pengerukan alur namun hingga saat ini alur masih tidak bisa dilalui kapal.