Smart Solar Dryer, Teknologi Efisiensi Pascapanen Kopi Lahat-Pagar Alam

Posted on

Proses pascapanen kopi dengan durasi paling panjang demi mendapatkan kualitas terbaik adalah pengeringan. Di Lahat dan Pagar Alam yang menjadi salah satu produsen kopi terbesar di Sumsel, penjemuran di pinggir jalan masih menjadi pemandangan umum.

Penjemuran secara konvensional ini ternyata menjadi salah satu penyebab terkendalanya ekspor kopi. Proses yang dinilai tidak higienis tersebut menjadikan investor undur diri.

Menanggapi hal tersebut, Politeknik Sriwijaya (Polsri) melalui Program Katalis Kemitraan Berdikari membuat inovasi smart solar dryer untuk kopi. Teknologi ini dibuat untuk penjemuran tertutup berbasis Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligent (AI).

“Kami berbekal pendanaan LPDP membuat sebuah teknologi di mana ada penjemuran tertutup berbasis IoT dan AI. Ini untuk menjaga stabilitas suhu agar pengeringan biji kopi lebih efisien mengingat kondisi cuaca yang tidak stabil,” ungkap Ketua Periset Program Katalis Kemitraan Berdikari Polsri, Ade Silvia Handayani, Selasa (17/6/2025).

Ade mengatakan, suhu di dalam smart solar dryer diatur stabil dalam range 45-50 derajat Celcius. Teknologi ini menggunakan 4 panel surya sebagai sumber daya, sehingga alat tersebut akan tetap berfungsi pada malam hari dengan pantauan CCTV dan lebih ramah lingkungan.

“Tentunya kualitas pascapanen dan efisiensinya lebih terjaga. Kopi juga menjadi tidak mudah hancur karena berada di dalam ruangan. Kalau di luar, resiko dilindas mobil dan diinjak orang lewat sangat besar,” jelas Ade.

Ade menuturkan, proses pengeringan kopi biasanya memiliki durasi waktu 2-4 minggu. Dengan adanya smart solar dryer, proses tersebut menjadi lebih efisien hingga menjadi 5-7 hari saja.

Bangunan berukuran 3×3 meter tersebut kini berdiri di dalam SMK Negeri 1 Jarai, Kabupaten Lahat, Sumsel. Sekolah tersebut dipilih karena sudah memiliki rumah produksi kopi sendiri. Selain itu, SMK unggulan di Kecamatan Jarai tersebut juga memiliki kejuruan Agribisnis Tanaman Pangan Hortikultura.

Menurutnya, rumah kopi SMKN 1 Jarai awalnya hanya mewadahi proses roasting hingga sampai ke tangan Barista. Dengan kolaborasi ini, produksi kopi dapat lebih terpusat dari processing hingga pengemasan.

“Dulu hanya roasting sampai ke Barista. Sekarang mundur lagi ke processing. Mulai dari penjemuran, huller, puller, dan pengemasan sudah ada di sini,” tutupnya.

Penyesuaian ke Lapangan

Ade mengatakan, butuh waktu sekitar setengah tahun dari pengajuan proposal hingga pengadaan smart solar dryer hingga dapat berfungsi.

“Kami mulai pengajuan proposal dari semester 2 tahun 2024. Sampai sekarang bisa digunakan, berarti sekitar setengah tahun,” rincinya.

Meski begitu, Ade menyadari bahwa model tersebut mungkin sulit dijangkau oleh para petani kopi. Sehingga, pihaknya juga akan mengupayakan model yang disesuaikan dengan lapangan.

“Kalau dibeli oleh petani, mungkin mahal. Karena ini teknologinya yang mahal, penemuannya yang mahal. Nanti kami kondisikan, misal dibuat lebih konvensional,” ujarnya.

“Ini kan kami baru model ya dengan ukuran 3×3 m. Nantinya bisa disesuaikan apakah dengan menggunakan portable atau memperbesar lagi sesuai kebutuhan. Atau menggunakan microcontroller agar jauh lebih murah,” tambah Ade.

Penyesuaian bahan bangunan dari fiber menjadi plastik atau kayu juga menjadi pertimbangan Ade sebagai solusi agar terjangkau para petani kopi. Namun, dapat dipastikan ketahanannya menurun.

“Untuk menekan cost pembangunan, bisa menggunakan kayu seperti yang sudah ada di lapangan. Jadi bongkar pasang tapi masih pakai kayu, tapi tetap harus ditutup manual pada malam hari atau hujan sehingga tidak otomatis,” tutupnya.