Tiga Terdakwa Korupsi Proyek Pokir Banyuasin Dituntut 3 Tahun Penjara

Posted on

Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pokok pikiran (Pokir) di Banyuasin, Sumatera Selatan, dituntut tiga tahun penjara. Ketiganya yakni Arie Martharedo selaku Kabag Humas dan Protokol DPRD Sumsel, Apriansyah selaku selaku Kepala Dinas PUPR Banyuasin dan Wisnu Andrio Fatra selaku kontraktor CV HK.

Tuntutan ini dibacakan JPU Banyuasin di hadapan majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra di Pengadilan Tipikor PN Palembang, Rabu (13/8/2025).

Dalam amar tuntutannya, JPU menilai ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dengan dakwaan subsider penuntut umum.

Para terdakwa dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-KUHP.

“Menuntut agar para terdakwa dipidana dengan masing-masing pidana penjara selama 3 tahun,” tegas JPU Iskandar bacakan amar tuntutan.

Selain pidana pokok, lanjut JPU, ketiga terdakwa juga dituntut wajib membayar denda masing-masing sebesar Rp 100 juta dengan subsider 3 bulan kurungan penjara.

Setelah mendengarkan tuntutan dari JPU, ketiga terdakwa melalui kuasa hukumnya akan mengajukan pembelaan (pledoi) baik secara lisan ataupun tertulis pada persidangan berikutnya.

Diketahui dalam dakwaan, kasus dugaan korupsi ini berawal dari terdakwa Arie Martharedo bersama ketua DPRD Sumsel yang sebelumya RA Anita Noeringhati melakukan kunjungan kerja pada tahun 2023.

Arie Martharedo menerima empat proposal Pokir kegiatan aspirasi masyarakat dari Ketua RT dan dari Lurah Kelurahan Keramat Raya. Kemudian terdakwa Arie mendapat perintah dari Ketua DPRD RA Anita Noeringhati agar proposal tersebut dapat diteruskan kepada Apriansyah selaku Kepala Dinas PUPR Banyuasin.

Setelah itu terdakwa Apriansyah menghubungi terdakwa Arie Martharedo lalu terjadilah pertemuan untuk membicarakan Pokir dari RA Anita Noeringhati. Kemudian terdakwa Arie Martha Redo menemui terdakwa Wisnu Andiko Fatra dari pihak CV. HK selaku pelaksana kegiatan Pokir tersebut.

Setelah pertemuan tersebut terjadi kesepakatan fee pekerjaan sebesar 20 persen dari 4 paket pekerjaan dan selanjutnya terdakwa Arie Martharedo langsung mengirimkan nomor rekeningnya kepada terdakwa Wisnu Andiko Fatra.

Ternyata pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak selesai dan tidak sesuainya dengan Surat Perjanjian Kontrak disebabkan adanya KKN berupa suap (Komitmen Fee) dan Gratifikasi serta pengaturan pengondisian pemenang lelang oleh terdakwa Arie Martharedo selaku Kabag Humas dan Protokol DPRD Sumsel bersama-sama dengan Apriansyah Kepala Dinas PUPR Banyuasin dan pihak pemenang Wisnu Andiko Fatra sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 600 juta.