Transformasi Lahan Bekas Karhutla di OKI Disulap Jadi Hijau dan Produktif

Posted on

Kebakaran hutan dan lahan menjadi momok mengkhawatirkan bagi Sumatera Selatan setiap tahunnya, terutama saat musim kemarau. Dari 17 kabupaten/kota di Sumsel, Ogan Komering Ilir menjadi salah satu daerah yang rawan karhutla karena luasannya lahan gambut di sana.

Dari banyaknya perusahaan di OKI, salah satu yang menarik perhatian adalah upaya PT Bumi Andalas Permai (BAP) dalam mencegah dan menekan potensi karhutla. Setiap tahunnya, mitra pemasok APP Group ini selalu berupaya maksimal dalam upaya pencegahan karhutla di wilayahnya.

Tak hanya berfokus pada bisnis perusahaan, pengelolaan lahan hutan di wilayah OKI, PT Bumi Andalas Permai (BAP) juga memperhatikan ekosistem lingkungan. Lahan yang dulunya tak dikelola dan kerap menjadi penyebab karhutla, kini disulap menjadi lahan produktif sehingga menekan potensi bencana tersebut berulang.

Risiko karhutla akibat luasnya lahan gambut di wilayah yang dikelola perusahaan tersebut mampu diminimalisir. Wilayah hutan tanaman industri yang dikelola mitra pemasok APP Group (PT BAP, PT SBA dan PT BMH) menjadi lebih hijau dan produktif.

Dalam pengelolaannya, izin PT BAP adalah usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman. Dua jenis tanaman yang dikelola yakni eucalyptus dan acasia crassicarpa. Tanaman itu menjadi bahan pembuatan kertas dan tisu.

Luas lahan yang dikelola perusahaan ini mencapai 190 ribuan hektare. Di wilayah konsesi itu juga, PT BAP menyiapkan lahan untuk pembuatan bibit dari daun, perawatan hingga siap ditanam dan panen.

“Sebelum ada yang mengelola, lahan di wilayah ini selalu menjadi penyebab karhutla. Kebakaran terjadi berulang-ulang. Setelah kita masuk pada 2004 untuk dikelola menjadi kawasan hutan tanam industri, akhirnya ada yang menjaga. Keseimbangan alam dan ekosistem di wilayah ini dengan keanekaragaman hewan yang dilindungi juga masih terjaga,” ujar Eksternal Relation Head PT BAP Iwan Setiawan di Nursery Central PT BAP kepada infoSumbagsel, belum lama ini.

Proses awal membuka lahan di wilayah konsesi disebutnya dilakukan bertahap. Dimulai dengan membuat kanal-kanal untuk akses jalan karena tak tersedianya akses transportasi. Kini, kanal-kanal yang dibangun itu menjadi akses pasca pemanenan, termasuk pula sumber air jika terjadi kebakaran.

“Step by step kita melakukan, hingga akhirnya bisa menanam. Kemudian melakukan pembibitan, pembukaan lahan tanpa membakar (PTBL) hingga memanen. Sempat diawal pembibitan menggunakan biji, kemudian improvisasi dengan daun hingga akhirnya produksi terus meningkat. Sejauh mata memandang kini sudah banyak tanaman di wilayah konsesi ini,” ungkapnya.

Di wilayah yang dikelola itu, pihaknya juga menjaga area konservasi sebesar 30 persen. Tujuan utamanya adalah menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem, serta memastikan keberlanjutan lingkungan.

“30 persen lahan masih kita pertahankan untuk keseimbangan alam, agar juga tak ada ancaman terhadap lingkungan,” katanya.

Menariknya, di lahan itu pula terdapat lokasi konservasi gajah. Salah satu jalurnya melintasi kawasan hutan tanam PT BAP dan sering ditemui pekerja di lapangan. Mereka punya SOP agar kawanan gajah dan pekerja tak saling terancam.

“Keberadaan gajah jadi tantangan bagi kita, tapi mau tidak mau harus berdampingan. Jadi, ketika pekerja bertemu gajah sudah ada SOP yang diberikan. Kita cukup diam ketika mereka melintas, tidak panik. Kami juga melakukan upaya pelebaran jalur gajah ketika tahu itu akses jalan mereka, meskipun itu sudah kita tanami. Kami juga menanami pakan yang disukai gajah, kanal perlintasan jalur gajah juga kita buat miring agar hewan itu bisa bergerak,” ungkap Iwan.

Iwan menjelaskan, kepedulian terhadap sekitar perusahaan juga dimaksimalkan melalui pemberdayaan masyarakat. Salah satunya membentuk kelompok tani agar masyarakat bisa menanam padi, palawija dan tanaman lain di wilayah perusahaan.

Sementara itu, Nursery Area Head PT BAP Muhroni mengatakan pembibitan di area perusahaan dilakukan dengan mesin dan tenaga manusia. Dimulai dari pembibitan melalui daun muda, menggunakan media tanam dari sabut, sekam dan pupuk.

“Kita tidak memakai polybag, melainkan tisu khusus impor Swedia agar lebih ramah lingkungan. Sedangkan bahan media tanam yang terbungkus tisu itu bisa menjadi asupan bagi eucalyptus dan acasia dalam perkembangan pembibitannya hingga siap tanam pada usia 2 hingga 3 bulan,” ungkapnya.

Untuk jenis bibit eucalyptus, PT BAP memiliki 4 clone yang diproduksi. Sedangkan acasia crassicarpa 7 clone. Clone yang berbeda-beda itu menyesuaikan dengan tanah di wilayah konsesi PT BAP.

“Setiap clone punya media tanam tanah yang berbeda-beda, karena di wilayah kita kan ada gambut dan mineral. Jadi, kita bedakan jenis-jenis bibitnya agar bisa tumbuh,” katanya.

Untuk produksi bibit per bulan, saat ini pihaknya mampu menghasilkan 6 juta bibit. Terdiri dari 2 juta bibit acasia crassicarpa dan 4 juta bibit eucalyptus. Dari jumlah pembibitan itu, eleminasi untuk acasia crassicarpa di angka 1,3 juta bibit, sedangkan eucalyptus 3,2 juta bibit.

“Karena ada juga bibit yang tidak bagus atau reject tidak kita pakai,” ungkapnya.

Sementara terkait dengan penjagaan kawasan agar tak terjadi karhutla, PT BAP mengantisipasi dengan pencegahan yang dipusatkan di Firebase Sungai Baung yang dikelola bersama oleh tiga perusahaan (BAP, SBA, BMH).

Fire Operation Management Head PT BAP Panji Bintoro menjelaskan bahwa Situation Room Center di Firebase memantau titik panas 24 jam melalui citra satelit, data Automatic Weather Station (AWS), dan indeks cuaca kebakaran.

“Situation Room Center seperti BMKG mini di kita. Kami juga menyiagakan 5 helikopter patroli dan water boombing. Tim Reaksi Cepat, yang terdiri atas Regu Pemadam Kebakaran (RPK) terlatih, dapat merespons hotspot (titik panas) dalam hitungan menit,” katanya.

Strategi Integrated Fire Management (IFM) diterapkan melalui empat pilar yaknipencegahan, kesiapsiagaan, deteksi dini, dan respons cepat. Sarana pendukung meliputi menara pantau, kanal air, embung, peralatan pemadaman modern, serta pelatihan rutin bagi lebih dari 600 personel RPK di wilayah OKI.