Pemutaran film Mother Earth: Tunggu Tubang Tak Akan Tumbang, Kedaulatan Pangan Berkelanjutan menjadi ajang nostalgia bagi masyarakat Semende. Film dokumenter karya Ghompok ini ditayangkan dengan konsep layar tancap.
Nonton bareng ini disaksikan masyarakat Semende di Desa Kota Agung, Palak Tanah, dan Muara Tenang, Kecamatan Semende Darat Tengah (SDT), Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin, 6 Oktober 2025. Sejak pukul 19.30 WIB. Kegiatan ini turut dihadiri oleh para tokoh adat dan tokoh masyarakat.
Film dokumenter Mother Earth mengangkat budaya Tunggu Tubang, sistem adat masyarakat Semende yang telah diwariskan turun-temurun hingga 15 generasi.
Dalam adat Semende, Tunggu Tubang adalah anak perempuan pertama yang memegang tanggung jawab atas rumah dan sawah warisan keluarga yang tidak boleh diperjualbelikan.
Sistem ini menjaga keberlanjutan ketahanan pangan masyarakat dan memperkuat ikatan sosial melalui tradisi yang terus dilestarikan.
Antusiasme masyarakat semakin tinggi karena konsep layar tancap sudah lama tidak diadakan di desa-desa. Eliana (46), Tunggu Tubang dari Desa Kota Agung yang turut menonton, mengungkapkan rasa haru dan kebanggaannya.
“Kalau dulu sering diadakan layar tancap film-film. Tapi kali ini, kami menonton adat-istiadat kami sendiri,” ujar Eliana.
Menurutnya, konsep layar tancap menjadi pilihan yang tepat untuk menyaksikan film Tunggu Tubang. Hal itu membuatnya kembali memaknai adat yang sudah hidup berdamping sejak puyang (nenek moyang) masih ada.
Bagi generasi muda, kegiatan ini menjadi pengalaman baru. Siska Damaiyanti, pemuda Desa Palak Tanah berusia 24 tahun, mengatakan baru dua kali menonton layar tancap di desanya.
Pertama saat penayangan film Pak Pandir sekitar sepuluh tahun lalu, dan kedua pada malam pemutaran film Tunggu Tubang ini.
“Untuk layar tancap ini, jadi sesuatu hal yang baru bagi kami generasi muda. Malam ini kami mendapatkan dua hal yang baru: filmnya sendiri dan pesan yang dibawanya. Film ini membuka mata kami sebagai pemuda desa untuk terus melestarikan adat di Semende,” ungkap Siska.
Ketua Ghompok Kolektif sekaligus sutradara film, Muhammad Tohir, menjelaskan bahwa film ini memang ditujukan bagi masyarakat Semende agar mereka dapat menikmati dan merefleksikan budaya mereka sendiri.
Film yang didukung oleh Kementerian Kebudayaan melalui Dana Indonesiana dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ini sebelumnya telah ditayangkan dalam kegiatan diseminasi di Universitas Islam Negeri Raden Fatah (UIN RF) Palembang bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan.
“Kami memfasilitasi masyarakat agar bisa mengakses film ini dengan mengemasnya menjadi layar tancap. Biar masyarakat Semende juga kembali bernostalgia dan tentu dapat memaknai adat istiadat yang diterapkan di masyarakat Semende itu sendiri,” jelas Muhammad Tohir.
Camat Semende Darat Tengah, Zulfikar, menyampaikan apresiasi atas inisiatif pemutaran film ini yang sekaligus menghidupkan kembali tradisi layar tancap di wilayahnya.
“Ini jadi ajang nostalgia bagi masyarakat kami sekaligus pengenalan tradisi layar tancap kepada generasi muda agar turut merasakan suasana seperti dulu. Yang terpenting, film ini juga mengenalkan kembali adat kami,” ujar Zulfikar.