Beragam kesibukan terlihat di dapur makan bergizi gratis (MBG) dari Sentra Pengolahan dan Penyaluran Gizi (SPPG) Prabumulih Timur, pagi itu. Meski mentari belum nampak, namun keriuhan itu terdengar jelas di pintu masuk dapur.
Berbekal dengan apron khusus tamu, masker, penutup kepala, dan sendal khusus, tim infoSumbagsel melangkah memasuki area dapur di SPPG Prabumulih Timur yang dikenal sebagai SPPG percontohan nasional. Dapur MBG ini adalah dapur yang pertama kali ada di Kota Prabumulih. Lokasinya berada di Jalan Flores, Gang Betano, Kelurahan Gunung Ibul Barat, Kecamatan Prabumulih Timur.
Di bagian terluar dapur, terlihat area khusus pembersihan ompreng (wadah saji khusus). Melangkah ke dalam area dapur, sudah nampak area pencucian ompreng yang cukup luas dengan air mengalir dari pipa-pipa khusus tersedia di sana.
Bahkan ada dua mesin air panas (water heater) yang dipakai untuk pencucian ompreng. Lalu di sebelahnya ada mesin pengering khusus bertenaga sambungan gas alam untuk menjaga ompreng agar tetap steril.
Memasuki area persiapan, terlihat satu buah sumur besar. Pengelola SPPG Prabumulih Timur, Budi Sikumbang menyebut sumur ini adalah sumur tua yang airnya sangat jernih dan melimpah, termasuk saat musim kemarau.
“Ini adalah poin keberuntungan kita, di sini ada sumur dari zaman Belanda. Dari sumur inilah airnya kita pakai untuk keperluan dapur,” kata Budi, Senin (13/10/2025).
Namun sebelum dipakai, kata dia, air tersebut terlebih dulu melalui dua kali filter atau melalui mesin penyaring air yang terpasang tak jauh dari lokasi sumur. Khusus untuk masak nasi, ada satu lagi filter tambahan.
Budi menyebut, PH air juga rutin dicek oleh dinas terkait setiap pekan. Ini untuk memastikan bahwa air yang dipakai untuk memasak betul-betul memiliki PH yang sesuai.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Di ruang persiapan ini juga terlihat berbagai sayur mayur yang sedang dipotong oleh relawan. Bersebelahan dengan ruang tersebut, ada ruang penyimpanan sementara. Di sana nampak beberapa lemari pendingin, di dalamnya ada potongan ayam kecil yang baru saja dimarinasi.
“Di sini, kulkas atau lemari pendingin, hanya tempat persinggahan sementara. Jadi setelah dipotong, dimarinasi, disimpan sementara sembari menunggu proses masak. Jadi daging atau ayam yang baru dibumbui benar-benar fresh, hingga akhirnya digoreng atau dimasak,” ucapnya.
Melangkah ke ruang pengolahan, suhu ruangan mulai berubah. Di ruangan ini, berjejer kompor-kompor besar yang sedang menggoreng ayam dan rolade tempe, menu MBG hari itu. Di sana, terlihat tiga relawan sibuk melakukan penggorengan.
Di sisi lain, terlihat dua relawan sedang memasak nasi di dua mesin steamer yang semua sumber apinya dari sambungan gas alam yang sama. Suhu udara di ruangan tersebut cukup panas meski beberapa exhaust fan atau mesin penyedot udara panas terpasang di dinding-dinding ruangan.
Namun suhu udara berubah total saat memasuki ruang pemorsian. Di ruangan ini sangat sejuk karena sejumlah AC menyala.
“Suhu udara di ruang pemorsian sangat penting. Karena di ruangan ini, kita menata dan memasukkan nasi, lauk pauk, dan sebagainya ke dalam ompreng. Suhu yang terjaga dapat membantu mengeluarkan uap panas dari makanan yang baru saja dimasak, sehingga meminimalisir adanya uap dalam ompreng,” kata dia.
Di ruang pemorsian ini, jumlah relawannya cukup banyak dibanding bagian yang lain. Mereka mengisi ompreng yang tersusun rapi di atas dua meja panjang.
“Menu hari ini kebetulan adalah nasi, ayam popcorn, salad sayur, rolade tempe dan buah pir. Jadi setelah semuanya ditakar sesuai porsi, disusun, barulah kita kemas ke dalam boks,” kata dia.
Berbeda dengan dapur MBG lainnya, di SPPG Prabumulih ini, ompreng tidak diikat dengan tali, melainkan ompreng berisi paket MBG disusun rapi dalam boks plastik.
Budi menyebut, sejak awal pihaknya sudah memakai boks sebagai media penyimpanan ompreng hingga dikirim ke sekolah-sekolah atau pesantren.
“Sejak dulu kita selalu berpikir, bahwa ini makanan untuk anak-anak. Saya menganggap ini anak-anak saya, ponakan saya, adek-adek saya. Jadi makanan yang diantar ke mereka harus higienis. Higienis ini bukan hanya makanan diantar pakai mobil tertutup saja, tapi ompreng harus aman dari debu, harus bebas dari sabotase, karena kita ingin paket MBG ini memang benar-benar berkualitas sampai ke tangan mereka (penerima sasaran),” jelas pria kelahiran Sumatera Barat tersebut.
Setelah semuanya dikemas, barulah paket MBG dikirim ke sekolah-sekolah dan pesantren di wilayah Prabumulih Timur. Saat ini, dapur MBG tersebut rata-rata mengirimkan 3.800 porsi setiap hari Senin hingga Jumat.
“Jadi mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA dan ponpes kita kirim setiap hari menu yang nilai gizinya sudah dihitung secara cermat. Menu di dalamnya sama, hanya jumlah porsi yang berbeda. Awalnya kita ditugaskan untuk 2.800 porsi, namun kini jumlah porsi yang kita sajikan sudah mencapai 3.894,” kata dia.
Selain makanannya bergizi, aman dan higienis, Budi menilai bahwa makanan ini juga menjadi doa yang baik baginya. Karena, kata dia, dari menu MBG yang disediakan ini selain bisa menyehatkan anak dan menambah gizi tubuh anak, juga dapat membantu mencerdaskan anak-anak saat belajar.
“Jika gizinya seimbang, dan makanannya bersih dan aman bagi siswa, maka akan sangat berdampak bagi kesehatan dan daya pikir anak. Ini adalah hal yang kami utamakan, karena ini juga yang menjadi cita-cita Presiden Prabowo dan harus kita dukung bersama,” kata dia.
Tak Sekedar Berfokus pada Menu MBG
Budi menilai keberadaan SPPG Prabumulih Timur tak hanya berfokus pada menu makanan yang dibagikan kepada para pelajar saja. Dengan adanya dapur MBG, lapangan pekerjaan bagi warga sekitar pun tersedia.
Ada 47 relawan yang membantu di dapur tersebut. Mereka rata-rata adalah ibu rumah tangga, yang bukan merupakan lulusan bangku SMP/SMA.
“Dari 47 relawan ini, rata-rata mereka adalah ibu-ibu rumah tangga yang berada di sekitar daerah dapur. Sesuai shift-nya ada yang masuk mulai pukul 14.00 WIB, hingga pada esok harinya, sekitar pukul 11.00 WIB,” kata Budi.
Para relawan ini direkrut sejak awal dengan komitmen mampu bekerja sesuai dengan standar operasional (SOP) yang ada. Namun, semua operasional dapur di SPPG Prabumulih Timur ini selalu didampingi dan diawasi BGN, termasuk ahli gizinya.
“Jadi selain ahli gizi yang mendampingi, kita juga menyediakan koordinator di setiap bagian, dan ada juga chef yang mengawasi dan mengarahkan. Tujuannya agar semua cita rasa dan nilai gizi benar-benar terjaga,” kata Budi.
Chef di dapur tersebut, kata Budi, adalah koki masak yang bersertifikat dan berpengalaman. Pihaknya sudah menggunakan jasa chef khusus ini sejak tiga bulan yang lalu.
“Chef-nya memang sengaja kita datangkan, jadi semua makanan yang tersaji, bukan hanya memiliki nilai gizi saja, tapi disukai anak-anak karena rasa makanannya dan penampilannya yang menggoda selera,” kata Budi.
Operasional Dapur Ramah Lingkungan
Tak hanya fokus pada operasional dapur, Budi mengungkap sejak awal dibangunnya dapur SPPG Prabumulih Timur ini, dia sudah menyiapkan skema khusus limbahnya.
Dengan basic sebagai kontraktor, Budi membuat tempat pengolahan limbah rumah tangga tepat dibelakang area dapurnya. IPAL tersebut memiliki beberapa penyaring khusus, sehingga limbah dapur tidak mencemari lingkungan.
“Ini memang limbah skala rumah tangga, tapi jumlahnya besar. Jadi kalau tidak sejak awal dibangun IPAL yang memadai, maka akan membuat masalah nantinya. Jadi limbah ini tidak bisa dianggap enteng. Di sini, kami membuat IPAL khusus, sehingga air yang keluar dari dapur ini, benar-benar sudah melewati proses yang aman bagi lingkungan,” kata dia.
Proses pembersihan IPAL juga dilakukan secara rutin, melalui general cleaning di setiap minggunya.
Sementara untuk sisa-sisa makanan dari ompreng, kata Budi, para relawan yang bertugas di pencucian ompreng biasanya akan memilah dan mengumpulkan. Setelah terkumpul, biasanya akan ada warga sekitar yang datang mengambilnya untuk pakan ternak.
“Jadi setiap hari, akan ada warga yang meminta dan mengambil sisa makanan dari ompreng yang sudah disisihkan. Ini kami berikan secara gratis untuk pakan ternak mereka,” kata suami dari Nyayu Fauziah itu.
Dukungan Pemkot Prabumulih dan Doa Masyarakat
Wali Kota Prabumulih, Arlan mengatakan, pihaknya mendukung penuh pembangunan dapur MBG di wilayahnya. Saat ini sudah ada 5 SPPG di Prabumulih, di mana salah satunya SPPG Prabumulih Timur sudah menjadi SPPG percontohan nasional.
“MBG yang ada di sini sudah menjadi percontohan di pusat. Ini harus terus dipertahankan. Bahkan dijadikan tempat belajar bagi SPPG lain. Contoh dari sini,” kata dia.
Arlan berharap agar SPPG lain tetap mengutamakan dan memastikan kebersihan dan kualitas produk sesuai dengan SOP.
Dia menyebut pihaknya juga sudah menginstruksikan agar tim dari Dinas Kesehatan dan Dinas Ketahanan Pangan agar aktif melakukan pengawasan ke dapur-dapur MBG yang ada di Prabumulih.
Pemkot juga akan menambah dua dapur MBG di Prabumulih dalam waktu dekat. Sejauh ini di Prabumulih sudah ada 5 dapur MBG, yakni SPPG Jalan Flores, Talang Jimar, Jalan Arimbi, Jalan Kartini Sukajadi,dan Karangan.
Sementara itu, Ketua Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi, Solehan Makmun mengatakan, pihaknya bersyukur dengan adanya program MBG untuk santri-santri pesantren di sana.
“Ini sangat membantu terhadap santri-santri yang ada di pondok, mereka yang selama ini makan tahu makan tempe, sekarang senang karena lauknya menyenangkan,” kata dia.
Diakui Hidayatul, santri di sana berasal dari berbagai kalangan ekonomi yang berbeda-beda. Dia berharap agar program ini dapat terus berjalan.
“Santri yang mondok di sini ekonominya bermacam-macam. Jadi Subhanallah, ini membantu sekali, mereka senang. Dan kepengennya kami, ini (program MBG) dilanjutkan seterusnya,” tukasnya.
Selain makanannya bergizi, aman dan higienis, Budi menilai bahwa makanan ini juga menjadi doa yang baik baginya. Karena, kata dia, dari menu MBG yang disediakan ini selain bisa menyehatkan anak dan menambah gizi tubuh anak, juga dapat membantu mencerdaskan anak-anak saat belajar.
“Jika gizinya seimbang, dan makanannya bersih dan aman bagi siswa, maka akan sangat berdampak bagi kesehatan dan daya pikir anak. Ini adalah hal yang kami utamakan, karena ini juga yang menjadi cita-cita Presiden Prabowo dan harus kita dukung bersama,” kata dia.
Tak Sekedar Berfokus pada Menu MBG
Budi menilai keberadaan SPPG Prabumulih Timur tak hanya berfokus pada menu makanan yang dibagikan kepada para pelajar saja. Dengan adanya dapur MBG, lapangan pekerjaan bagi warga sekitar pun tersedia.
Ada 47 relawan yang membantu di dapur tersebut. Mereka rata-rata adalah ibu rumah tangga, yang bukan merupakan lulusan bangku SMP/SMA.
“Dari 47 relawan ini, rata-rata mereka adalah ibu-ibu rumah tangga yang berada di sekitar daerah dapur. Sesuai shift-nya ada yang masuk mulai pukul 14.00 WIB, hingga pada esok harinya, sekitar pukul 11.00 WIB,” kata Budi.
Para relawan ini direkrut sejak awal dengan komitmen mampu bekerja sesuai dengan standar operasional (SOP) yang ada. Namun, semua operasional dapur di SPPG Prabumulih Timur ini selalu didampingi dan diawasi BGN, termasuk ahli gizinya.
“Jadi selain ahli gizi yang mendampingi, kita juga menyediakan koordinator di setiap bagian, dan ada juga chef yang mengawasi dan mengarahkan. Tujuannya agar semua cita rasa dan nilai gizi benar-benar terjaga,” kata Budi.
Chef di dapur tersebut, kata Budi, adalah koki masak yang bersertifikat dan berpengalaman. Pihaknya sudah menggunakan jasa chef khusus ini sejak tiga bulan yang lalu.
“Chef-nya memang sengaja kita datangkan, jadi semua makanan yang tersaji, bukan hanya memiliki nilai gizi saja, tapi disukai anak-anak karena rasa makanannya dan penampilannya yang menggoda selera,” kata Budi.
Operasional Dapur Ramah Lingkungan
Tak hanya fokus pada operasional dapur, Budi mengungkap sejak awal dibangunnya dapur SPPG Prabumulih Timur ini, dia sudah menyiapkan skema khusus limbahnya.
Dengan basic sebagai kontraktor, Budi membuat tempat pengolahan limbah rumah tangga tepat dibelakang area dapurnya. IPAL tersebut memiliki beberapa penyaring khusus, sehingga limbah dapur tidak mencemari lingkungan.
“Ini memang limbah skala rumah tangga, tapi jumlahnya besar. Jadi kalau tidak sejak awal dibangun IPAL yang memadai, maka akan membuat masalah nantinya. Jadi limbah ini tidak bisa dianggap enteng. Di sini, kami membuat IPAL khusus, sehingga air yang keluar dari dapur ini, benar-benar sudah melewati proses yang aman bagi lingkungan,” kata dia.
Proses pembersihan IPAL juga dilakukan secara rutin, melalui general cleaning di setiap minggunya.
Sementara untuk sisa-sisa makanan dari ompreng, kata Budi, para relawan yang bertugas di pencucian ompreng biasanya akan memilah dan mengumpulkan. Setelah terkumpul, biasanya akan ada warga sekitar yang datang mengambilnya untuk pakan ternak.
“Jadi setiap hari, akan ada warga yang meminta dan mengambil sisa makanan dari ompreng yang sudah disisihkan. Ini kami berikan secara gratis untuk pakan ternak mereka,” kata suami dari Nyayu Fauziah itu.
Dukungan Pemkot Prabumulih dan Doa Masyarakat
Wali Kota Prabumulih, Arlan mengatakan, pihaknya mendukung penuh pembangunan dapur MBG di wilayahnya. Saat ini sudah ada 5 SPPG di Prabumulih, di mana salah satunya SPPG Prabumulih Timur sudah menjadi SPPG percontohan nasional.
“MBG yang ada di sini sudah menjadi percontohan di pusat. Ini harus terus dipertahankan. Bahkan dijadikan tempat belajar bagi SPPG lain. Contoh dari sini,” kata dia.
Arlan berharap agar SPPG lain tetap mengutamakan dan memastikan kebersihan dan kualitas produk sesuai dengan SOP.
Dia menyebut pihaknya juga sudah menginstruksikan agar tim dari Dinas Kesehatan dan Dinas Ketahanan Pangan agar aktif melakukan pengawasan ke dapur-dapur MBG yang ada di Prabumulih.
Pemkot juga akan menambah dua dapur MBG di Prabumulih dalam waktu dekat. Sejauh ini di Prabumulih sudah ada 5 dapur MBG, yakni SPPG Jalan Flores, Talang Jimar, Jalan Arimbi, Jalan Kartini Sukajadi,dan Karangan.
Sementara itu, Ketua Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi, Solehan Makmun mengatakan, pihaknya bersyukur dengan adanya program MBG untuk santri-santri pesantren di sana.
“Ini sangat membantu terhadap santri-santri yang ada di pondok, mereka yang selama ini makan tahu makan tempe, sekarang senang karena lauknya menyenangkan,” kata dia.
Diakui Hidayatul, santri di sana berasal dari berbagai kalangan ekonomi yang berbeda-beda. Dia berharap agar program ini dapat terus berjalan.
“Santri yang mondok di sini ekonominya bermacam-macam. Jadi Subhanallah, ini membantu sekali, mereka senang. Dan kepengennya kami, ini (program MBG) dilanjutkan seterusnya,” tukasnya.