Kejaksaan Negeri Bengkulu memanggil dan memeriksa kepala SMA Negeri 5 Bengkulu non aktif guna menyelidiki kisruh PPDB tahun 2025. Selain kepsek, Kejari juga telah memanggil puluhan orang dan pihak-pihak yang berkaitan dengan pengusutan tersebut.
Seperti diketahui, dalam kasus ini ada sebanyak 12 siswa dipaksa keluar karena tidak memiliki Dapodik padahal telah mengikuti kegiatan belajar mengajar hampir 2 bulan.
Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu melalui Kasi Intelijen Fri Wisdhom S. Sumbayak mengatakan, saat ini sedang melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan dari berbagai orang yang berkaitan dengan persoalan ini.
“Kita sudah memanggil beberapa pihak untuk diminta informasi dan klarifikasi, termasuk kepala sekolahnya,” kata Wisdom, Kamis (25/9/2025).
Wisdom menjelaskan sejumlah orang dan pihak yang sudah dipanggil itu termasuk orang tua/wali siswa, kepala sekolah, diknas, ombudsman, hingga inspektorat daerah.
“Hampir semua telah kita mintai keterangan dan pelajari apakah ada unsur-unsur penyuapan, pemerasan, dan lainnya terkait permasalahan yang terjadi di SMAN 5,” jelas Wisdom.
Wisdom menegaskan jika memang ada indikasi pidana korupsi maka pihaknya akan memproses sesuai aturan yang berlaku. Namun jika tidak terindikasi pidana, maka pihaknya juga akan mengumumkannya secara terbuka kepada public.
“Iya, fokusnya memang ke penerimaan siswa baru, karena informasinya ada dugaan gratifikasi. Kita mau pelajari dulu,” tutup Wisdom.
Dari informasi yang dirangkum infoSumbagsel, masalah ini bermula dari penerimaan siswa baru tahun ajaran 2025/2026. Dari kuota 432 siswa, hanya 334 diterima resmi. Lalu, saat daftar ulang, jumlah siswa justru membengkak menjadi 504 orang.
Akibatnya, 72 siswa tidak mendapatkan kuota Dapodik-nya. Sebagian besar siswa dipindahkan ke sekolah yang lain, tetapi 12 di antaranya memilih bertahan di SMAN 5.
Kuasa hukum 12 siswa terdampak, Hartanto menantang langsung Gubernur Bengkulu Helmi Hasan untuk berani mengambil langkah tegas jika terbukti ada kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Menurut Hartanto, hasil Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat maupun Ombudsman sudah menemukan adanya kejanggalan serius, yakni terhadap 98 siswa yang tidak diumumkan secara resmi, namun tetap masuk dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).